Coment please and give some feedback, don't be silent reader! If you like this blog, just FOLLOW THIS BLOG!

Tags

.gif (1) 2PM (6) Ariana Grande (1) Avenged Sevenfold (1) B.A.P (3) B1A4 (1) BEAST (1) Biology World (1) Changcubril (5) Chunji (1) Cody Simpson (1) Dream High Season 2 (19) English Sub (17) EXO (3) Fact (9) Friend (5) Greyson Chance (2) JJ PROJECT (2) Joke (7) Just Dreaming (2) Justin Drew Bieber (23) K-Drama (18) K-POP (38) Khuntoria (2) Lady Gaga (3) Layout Plurk (1) Lyric (18) Minho (1) mp3 (3) Music Bank (1) My Family (2) My Idol (78) My Live (27) Myungsoo (1) News (24) Nichkhun (2) Photograph (1) Picture (26) Profil (2) Quotes (1) Selena Gomez (2) SHINee (1) Siwon (1) Suho (1) Super Junior (16) Taecyeon (1) Teen (27) U-KISS (1) Video (17) WGM (1) YoonA (2)

Minggu, 16 Oktober 2011

JD ONE SHOOT by : Chyntia Widya

JD ONE SHOOT by : Chyntia Widya

Matahari pagi sudah mulai menampakkan sinarnya yang menyilaukan mataku. Kubuka perlahan mataku dengan menyesuaikan jumlah sinar yang menerpanya. Aku bersyukur masih bisa membuka mataku pagi ini, aku bersyukur masih bisa menghirup udara segar pagi ini, aku bersyukur masih bisa menggerakkan satu tanganku dan kedua kaki ku ini. Kau tahu mengapa aku menyebut satu tanganku? Yap! Karena aku hanya memiliki satu tangan saja. 2 tahun lalu, sebuah kecelakaan kereta membuatku buntung dan kehilangan kedua orang tuaku. Aku tak pernah membayangkan kehidupanku serumit ini, dan sekarang, di umurku yang ke-18 tahun ini, aku hidup sebatang kara.

Aku, Mellysa Bella Thompson. Remaja cacat yang hidup sebatang kara dan tak mempunyai satu orang temanpun. Mereka menjahuiku terutama karena aku buntung, dan rupaku yang buruk ini. Kadang-kadang aku mengutuk diriku sendiri. Mengapa aku terlahir sperti ini? Mengapa aku terlahir jika hanya untuk dipermalukan? Mengapa Tuhan memberiku cobaan seperti ini? Cobaan yang dari dulu hingga sekarang tak pernah berhenti. Apa Tuhan fikir aku sanggup menjalani semua ini? Apa Tuhan fikir aku tak terbebani dengan semua ini? Sejujurnya, AKU TIDAK SANGGUP! DAN AKU SANGAT TERBEBANI!! Setiap hari aku pergi ke gereja. Berdo'a, agar aku bisa memberikan arti hidup bagi orang disekitarku. Berdo'a agar semua ini cepat selesai. Jalan satu-satunya agar semua ini cepat selesai adalah MATI. Aku berdo'a agar Tuhan cepat-cepat mengambil nyawaku..

**

''Hey kau! Si cacat tak tahu diri. Masih saja datang ke sekolah ini!" berbagai macam cacian dan juga makian sudah biasa ku terima di sekolahku. Aku hanya bisa menunduk dan pasrah. Memangnya aku bisa berbuat apa?

"Haha. Rupanya kau masih mau datang kesini yaa.." suara itu. Aku kenal betul suara itu. Itu.. Justin. Dulu, sewaktu aku belum cacat seperti sekarang ini, aku selalu bermain bersamanya dan teman-temannya. Tapi? Sekarang dia malah membuatku malu seperti ini. "Dasar buruk rupa!" katanya sambil berjalan menubruk sebelah bahuku sampai aku jatuh tersungkur. Aku hanya bisa menangis. Dia, orang pertama yang aku cintai, dia.. First love-ku. Tapi? "Sudahlah.." seseorang memegang bahuku. Miley. Dia baiksekali, hanya dia yang tidak merasa terganggu akan kehadiranku. Aku hanya tersenyum. Lalu ia membantuku berdiri. Kemudian miley diseret oleh kedua orang temannya. "Kau itu! Kenapa kau berteman dengannya!" protes kedua temannya. Asal merka tahu, aku mendengarnya. Hatiku sakit sekali jika terus seprti ini.

**

Bel pulang sudah berbunyi. Aku segera mengemasi barang-barangku lalu pulang. Aku pulang paling terakhir, tentu saja. Di perjalanan pulang, aku bertemu pattie, ibu justin. Dia masih ramah seperti dulu. Bahkan, sempat berbincang bincang denganku. Bebeda sekali dengan anaknya yang selalu mencaciku. "Sabar ya sayang. Jika ada waktu aku akan mampir ke rumahmu." katanya sebelum kami berpisah. Iyuuh, padahal rumahnya itu dekat dengan rumahku. Kami satu komplek. Bilang saja jika tak ingin bertemu denganku. Sudahlah, lupakan saja.

Waktunya bekerja. Aku bekerja online. Jadi tak perlu repot-repot keluar rumah. Ini mengasyikkan! Tiba-tiba ada yang menggedor pintu rumahku dengan kasar. Siapa ya? Aku berjalan perlahan ke arah pintu. Ku lihat dari belik jendela. Hah! Justin? Mau apa dia datang kesini? Lalu ku putar gagang pintu perlahan dengan tangan kananku. "Kenapa lama sekali sih?" bentaknya. "Maaf.." lirihku. "Gara-gara kau! Aku jadi terlambat basket tau! Ini untukmu!" katanya sambil menyodorkan sebuah kotak plastik kasar. "Terima--" aku senang sekali, belum aku selesai bicara. "Eiitts! Bukan dariku buntung! Itu dari ibuku! Jangan GR dulu." ucapnya lalu ngeloyor pergi dari rumahku tanpa salam dan tanpa pamit. Inikah cobaan? Sabar melly!

Sambil bekerja, aku memakan makanan yang di berikan tante pattie. Enak juga. Ini masakan terenak yang pernah aku makan. Biasanya aku hanya makan makanan kalengan atau.. bahkan tak makan sama sekali. Menyedihkan. Tak terasa sudah pukul 4.30 sore. Aku akan berangkat ke gereja. Lalu aku mandi.

**

Aku duduk di barisan paling depan. Seperti biasanya, mataku terpejam dan mendongak ke atas. Aku berdo'a. "Ya Tuhan. Maafkan segala kesalahan yang pernah kubuat dahulu. Ya Tuhan, jangan pernah berikan cobaan seperti ini kepada orang lain, cukup aku saja. Cukup aku yang merasakan betapa pedihnya kehidupan seperti ini. Ini begitu berat ku jalani. Kenapa kau tidak mengambil nyawaku saja? Untuk apa kau berikan aku hidup jika aku hanya di maki dan dihina. Apa hidupku akan berarti untuk orang lain? Apa hidupku akan selalu di kenang oleh orang yang ku sayangi?" perlahan air mataku mulai menetes. "Aku tahu, tak seharusnya aku menginginkan mati. Masih banyak orang diluar sana yang ingin hidup. Sedangkan aku? Malah ingin mati. Dan aku juga tahu, tak seharusnya aku mengeluh seperti sekarang ini. Masih banyak yang lebih sengsara dariku. Tuhan, tolong semua dengarkan apa yang ku minta pada-Mu. Terimakasih Tuhan." lalu aku membuka mataku. Menyeka air mataku. Kemudian aku pergi dari rumah Tuhan. Sebenarnya aku masih ingin berlama-lama disini. Tapi orang tua dari anak anak kecil itu mengusirku. Mereka tkut padaku, seakan akan aku ini monster yang siap menerkam mereka.

Saat perjalan pulang..

BRAAAAK!!

"Aaaaarggghhh.. Toloongg!" ada sebuah kecelakaan lalu lintas. Aku segera menyingkir dari sna. Aku akan menambah rusuh saja jika aku tetap disana. Aku masih deg-degan. Terlintas di fikiranku kejadian dua tahun lalu. Kepalaku mulai berat. Tidak, aku tidak boleh pingsan disini. Ku percepat langkahku akhirnya sampai juga. Ku baringkan tubuhku di kasur mungil ku ini. Mataku langsung terpejam.

**

Aku mencari-cari sosok justin di sekolah. Tapi kemana dia? Biasanya dia ada di lapangan basket. Tapi tidak ada. Aku sudah mencari-cari di seluruh koridor sekolah. Tapi tetap tidak ada. Aku hanya ingin sekedar melihatnya. Melihat senyumnya. Dan.. mendengar semua caciannya. "Kasihan sekali justin ya. Semoga cepat sembuh." ku dengar dua anak perempuan membicarakan sesuatu. Justin? Sembuh? Berarti dia sedang sakit. Kasihan sekali dia.

Apa perlu aku ke rumahnya ya? Tapi untuk apa? Tidak. Aku hanya perlu mendo'akannya agar cepat sembuh.

-skip-

4 hari kemudian

Justin belum juga masuk sekolah. Sebenarnya dia sakit apa sih? Aku jadi penasaran. Sekarang aku akan menemui tante pattie. Menanyakan keadaan justin. Sekedar itu saja. Aku berjalan menuju rumah tante pattie. 20 menit saja aku sudah sampai.

'tok..tok..tok' aku mengetuk rumah tante pattie. Tidak ada jawaban. Ku ketuk pintunya sekali lagi. Kali ini lebih keras 'TOK..TOK..TOK' tetap saja tidak ada jawaban. Kemudian salah satu tetangga keluar dari rumahnya. "Hey nona! Mau apa kau di situ? Tidak ada orang di dalamnya! Mereka di rumah sakit!" aku tersentak. Di rumah sakit? "Rumah sakit mana tuan?" tanyaku cepat. "St. Luise." teriaknya. "Terimakasih." lalu aku berlari ke sana. Jaraknya cukup jauh, 2 km. Aku terus berlari. "Hosh..hosh..hosh.." nafasku tak beraturan. Kenapa aku sampai tidak tahu sih?

"Permisi, apakah ada hooh.. pasien.. bernama.. hoosh.. Justin Drew Bieber?"  tanyaku dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Iya. Sedang ada di ruang ICU. Dia pasien kecelakaan lalu lintas." kata resepsionis itu. Lalu aku berlari lagi ke ruang ICU. Disana ada banyak orang, termasuk tante pattie. Mereka semua menangis. Melihat kedatanganku roman wajah mereka menjadi kaget. "Hey buntung mau apa akau kemari?" tanya chaz. Aku bingung untuk menjawabnya. Semua orang menatap chaz tajam. "Melly.." ibu justin menghampiriku. "Aku..hanya ingin melihat keadaan justin, tante." kataku padanya. "Dia tidak sedang baik-baik saja. Dia perlu donor hati." ucapnya. Apa? Separah itukah? "Mungkin bisa mencangkok hatiku." aku berkata. Semuanya menatapku seperti tatapan tak percaya. "Tidak sayang.. Itu tidak mungkin.. Kau.. Kau.." dia tidak bisa melanjutkan kata katanya. "Aku tahu, aku buntung dan buruk rupa. Tapi tidak ada salahnya kan kalau aku mendonorkan hatiku untuk justin? Bagian luar tubuhku boleh saja cacat. Tapi, dalamnya tidak!" lainnya hanya geleng-geleng kepala mendengar ucapanku. Kemudian dokter keluar dari ruang ICU. "Bagiamana keadaannya dok?" tanya tante pattie cepat. "Tidak membaik, dia perlu pendonor hati secepatnya." kata dokter itu antusias. "Apa hatiku tidak bisa?" tanya pattie lagi. "Tidak, kemarin sudah di lakukan pengecekan. Diantara kalian berempat (Pattie, Jeremy, kakek dan neneknya.) tak ada satu pun yang cocok." pattie menangis lebih keras. "Cek punyaku dok.Cepat!" aku menarik-narik lengan dokter itu. "Ayoo dok! Aku ikhlas.." aku menatapnya nanar. "Baik..baik. Ikut aku." kata dokter itu. Lalu aku mengikutinya. "Kau tidak perlu melakukan itu sayang." kata pattie. Aku tidak menghiraukannya. Untuk apa lagi aku hidup?

**

Hasil laboratorium menunjukkan hatiku cocok untuk justin. Ini kesempatanku. Besok, aku akan mendonorkan hatiku untuknya. Setidaknya Tuhan mengabulkan permintaanku. Hidupku akan berarti untuk orang lain. Orang yang kusayangi, Justin.

Aku menulis sebuah surat untuk justin, aku ingin dia membacanya setelah dia sadar nanti.

To : Justin Drew Bieber

Mungkin saat kau membaca surat ini, aku sudah tiada.

Memang benarkan? Kenyataanya aku telah tiada.

Terimakasih, kau membuat hidupku lebih berarti.

Terimakasih, kau membuat hidupku lebih di kenang.

Setidaknya olehmu. Jika pencakokan hatiku untukmu nanti berhasil.

Tolong, jaga baik-baik hati yang telah ku berikan untukmu.

Jangan pernah malu menerima kenyataan bahwa hatiku ada di tubuhmu.

Meskipun aku buruk rupa yang sering kau hina. Aku memberimu hatiku secara cuma-cuma.

Memangnya kau mau membayarnya untuk siapa?

Aku hidup sebatang kara

Dan juga aku ikhlas. Kau itu sahabatku, aku masih menganggapmu sahabat kecilku.

Aku senang sekali, bisa mendonorkan hatiku untuk orang yang kusayangi dan ku cintai.

Justin Drew Bieber

Tak ada kata-kata lagi. TOLONG JAGA BAIK BAIK HATIKU! :)

Dan pesanku, jangan ulangi lagi kesalahanmu yang dulu.

Dengan penuh kasih sayang.

Sahabatmu.

Mellysa Bella Thompson

**

"Kau sudah siap?" tanya dokter itu. "Sangat." kataku mantap. Pattie mendekatiku. "Terbekatilah dirimu, nak." katanya sambil menangis. "Ijinkan aku berbicara padamu untuk yang terakhir kalinya." isaknya. "Sialhkan." aku berusaha tergar dan tersenyum. "Perbuatanmu sangat mulia.Terimakasih.." aku tersenyum lagi. "Kata-kata itu akan selalu terngiang sampai akhir hidupku." ucapku. Pattie memelukku. Lalu aku melepaskan pelukannya. Dan berbalik menuju ruang operasi.

Kemudian dokter itu menyuntikkan sebuah cairan dalam tubuhku. Entah itu apa. Yang pasti, semuanya terlihat gelap. Lalu aku membuka mataku, rasanya aku berada di sebuah pantai. Ini bahamas! Tempat favoritku. Disana ada mama dan papaku. Aku berlari memeluk mereka. "Sayang, aku merindukanmu!" ucap mamaku. "Aku juga!" kata papaku yang ceria itu. Lalu mereka mengajakku jalan-jalan ke sekitar pantai bahamas. "Aku senaaangg sekali bisa melihat kalian berdua" ucapku. "Apa aku sudah mati?" lanjutku. "Belum." ucap mereka hampir bersamaan lalu tersenyum. Senyum yang sangat aku rindukan. Aku masih tak bisa menangkap maksud mereka. "Kau sudah puas bermain, nak?" tanya papaku. "Sudah cukup. Kita sudah 2 jam berada disni." jwabku. "Baiklah. Ayo kita pulang." ajak mamaku. Mereka berjalan menuju mobiln mereka. "Hey tunggu! Aku ikut dengan kalian." teriakku. "Kau sudah siap?" tanya mamaku. "Tentu. Aku selalu siap jika bersama kalian." jawabku. "Baiklah, ayo naik!" perintah papaku. Kemudian mobil melaju.

Alat kedokteran itu menunjukkan tanda 'leads off' tak ada tanda kehidupan lagi. Aku sudah pergi meninggalkan dunia ini.Menuju ke kehidupan yang baru. Bersama kedua orang tuaku. Terimakasih Tuhan! Kau mengabulkan semua do'a ku. Kau sudah mengakhirinya. Kau sudah membuat hidupku berarti untuk orang lain. 'Melly! Kau sudah menyelamatkan hidup orang lain.' kataku pada diriku sendiri.

Ku lihat dari atas, semuanya menangisiku. Terutama tante pattie. Aku senang. Hidupku akan selalu di kenang. Semoga.

Sementara itu, tangan justin sudah mulai bergerak. Jantungnya juga sudah bergerak normal. Aku tersenyum melihatnya. Ini berakhir seperti yang ku inginkan.

Inilah catatan hidupku : Mellysa Bella Thompson :)

END 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar